
“something good about distance is : it makes you see things better and somehow it grows your love“-ane
Kutipan diatas kedengaran romantis ya, tapi kalimat itu bukan terinspirasi pacar atau kisah cinta, tapi terinspirasi oleh Indonesia, koq bisa?!. Kisah berikut masih dekat kejadiannya dengan cerita sebelumnya (Touchdown America). Kami tiba pertama kali di Washington State tanggal 15 Agustus 2012. Artinya dua hari kemudian, tujuh belasan, hari kemerdekaan kita. Kebetulan ada undangan makan malam di salah satu rumah dosen HCC. O ya undangan makan malam di America artinya Potluck (berarti tamu yang datang juga membawa makanan untuk bersama-sama disantap). Maka kesibukan kontingen kami dimulai mulai dari berbelanja bahan makanan, pernak-pernik kemerdekaan seperti bendera dan balon. Ambisi kami kala itu adalah membuat menu :nasi tumpeng spesial lengkap dengan lauk pauknya, puding merah putih, bendera kecil sebanyak-banyaknya dan balon gas merah. Dengan kekompakan yang luar biasa, maka ambisi itu tercapai. Berangkatlah rombongan merah putih dengan berbagai bungkusan untuk memeriahkan suasana terlebih merayakan kemerdekaan Indonesia kami yang tercinta.

Akhirnya kami tiba di tempat acara, di rumah salah satu dosen Highline Community College. Rumah tersebut sangat nyaman dan memiliki living room yang dikelilingi dengan jendela kaca yang sangat besar, memanjakan kami dengan pemandangan malam yang indah diluar akan pemukiman di waktu malam yang nampak seperti hamburan butiran permata di atas beludru hitam tergantung diluar. Acara berlangsung hangat dan meriah. Karena bertepatan dengan perayaan 17an di Indonesia, kami pun berinisiatif memberikan sebuah lagu untuk Indonesia. Karena kami baru tiba dua hari sebelumnya, beberapa orang di sana belum pernah kami temui sebelumnya, jadi kami ingin melakukan perkenalan lebih dulu, teman kami Pak Bayu, memperkenalkan kami satu per satu dan juga asal kami. Karena tak ada peta, kebetulan disitu ada souvenir dari Indonesia, yaitu taplak meja batik dengan peta Indonesia, yang sukses jadi alat peraga untuk menunjukkan asal kota kami masing-masing. Seusai perkenalan, kami mempersembahkan sebuah lagu “Indonesia Tanah Air Beta”. Meskipun kami paduan suara dadakan tanpa latihan sama sekali, kami optimis bisa menyanyi meski tanpa harmonisasi 😀 …sesudah berbaris rapih kami siap-siap membuka suara, baru saja memulai sepenggal lirik… hati sudah terasa gundah, ….baru terasa kalau Indonesia itu ngangenin, orang-orangnya, keluarga, alamnya (termasuk panasnya Indonesia yang mulai kami rindukan sejak ada di negeri sejuk ini), bahkan semrawut Indonesia juga saya rindukan, meski saya berharap Indonesia lebih baik, tapi saya jadi cinta Indonesia apa adanya,..kami tidak meminta Indonesia lebih baik saat itu untuk dicintai, karena ternyata kami sudah kadung cinta sama Indonesia, negeri yang katanya ramah orangnya tapi setiap dari kita juga tahu ga semua orang akan selalu ramah, karena memang tak mungkin ada sebuah negeri di dunia yang semuanya kayak malaikat ga ada orang jahatnya atau setidaknya ga ada orang galaknya, Indonesia tetap terbaik dihati. Negeri yang panasnya bikin orang ngeluh kepanasan, yang hujannya juga bisa bikin orang ngeluh karena basah, ga bisa kemana-mana atau bahkan bikin banjir, tapi juga tetap bikin kita cinta, negeri dengan makanan terlezat di dunia (menurutku) dan kesemrawutan yang bagai benang kusut, tapi entah bagaimana itupun tetap bikin kami kangen Indonesia, padahal baru tiga hari ditinggal…satu per satu dari kami sudah menangis… suasana jadi haru… ;(. Akhirnya setelah perjuangan yang dramatis lagu tersebut bisa diselesaikan, meski makin ke ujung makin lirih dan sedikit suara yang tetap menyanyi…akhirnya bisa hingga kata terakhir. Seusai penampilan paduan suara kami yang emosional, salah seorang rekan kami yang sangat ahli membuat pusisi, Ibu Mareyke (she makes it like magic), membacakan sebuah puisi yang diciptakannya tentang Indonesia, maknanya dalam sekali, make me tearful lagi…. Puisi ini mengantarkan acara menuju pemotongan ‘Tumpeng Extravaganza’ kami. Kami juga senang karena dalam rindu berat kami saat itu, mencicipi tumpeng sepertinya jadi obat pelipur lara yang mujarab. Dalam hati kecilku membatin, sebaik-baiknya negeri orang, senyaman-nyamannya tinggal di negeri seberang, tanah airku tetaplah Indonesia!.

Tinggalkan Balasan