Ketika kenyataan tak menjumpai harapan

 

2006

Baru saja lulus kuliah, mimpi untuk studi lanjut ke luar negeri begitu nyata

terlalu nyata hingga sulit rasanya menerima bahwa mimpi itu belum waktunya terjadi

Kala itu setiap langkah yang ku pikir harus ku lakukan telah dengan segenap hati ku lakukan

Mengambil tes TOEFL hanya untuk mendapati skorku yang terlalu rendah 317..:(

Tak mungkin ada universitas yang bisa menerima dengan skor tersebut,

Kecuali mengambil ulang studi sarjana dengan dibantu kursus tambahan

Begitu kata agenku..meski agak enggan akhirnya aku iyakan,

kampus demi kampus yang dihubungi di Australia saat itu hanya memberikanku satu jawaban yang dengan sangat tidak enak harus disampaikan agenku “mba maaf banget, saya sudah mengusahakan dan melobi tapi kampus ini belum bisa juga menerima mba”.

Tanpa terasa.. proses panjang didaftarkan dari satu kampus ke kampus lainnya, telah menghabiskan waktu setahun tanpa ada satupun penerimaan

Aku terlalu patah untuk berharap kembali waktu itu

Setelah sekian kalinya ditolak dengan berat hati aku menulis kepada agenku “Terima kasih atas bantuannya selama ini, Pak…untuk sementara waktu biarlah aplikasi saya ditangguhkan dulu”

Aku terbenam dalam putus asa,

tapi tangan Tuhan yang kuat dengan lembut merangkulku kembali

aku ditarik kembali masuk dalam hidup dengan segala dinamikanya

dalam persahabatan, pekerjaan, kekeluargaan, petualangan dan keyakinan,

Aku bekerja, dan menjadi sibuk membantu orang lain,

Hingga aku teringat lagi impian tersebut,…

2008

Orang tuaku mendorongku secara halus untuk berubah pikiran dan lanjut kuliah di Indonesia,

Ibuku tahu, aku tidak bisa bilang tidak jika ayahku yang mengatakannya

Maka beliau meminta ayahku berbicara denganku

Seperti biasanya ayahku adalah “cheerleader terbesarku”

Beliau berkataUniversitas apa saja yang dipilih, ayah akan dukung

Hatiku trenyuh  seketika itu, jujur saja aku masih trauma dengan tujuh kali ditolak oleh lamaran sebelumnya lewat agenku,

Tapi toh, Tuhan telah membuka mataku, bahwa semuanya bisa dilewati

Kali ini aku tak sanggup mengecewakan orang tuaku,

Jadi ku ikuti harapan mereka, aku bersedia sekolah lagi,

Di Universitas pilihan pertamaku di salah satu kampus yang cukup terpandang di Indonesia, sekali lagi aku ditolak…hmm…

Entah bagaimana,  kali ini aku bisa tertawa kecil dalam hati mendengarnya,

tak mengapa, aku sudah menerima berkali-kali penolakan,

ini bagian dari menjalani hidup lalu kenapa? ada orang lain yang mungkin mengalami hal yang lebih berat dari ini

What’s so special about this?

kali ini  tidak lagi ku ijinkan hal itu meruntuhkan duniaku

entah bagaimana batinku bisa setegar itu

Hidup lebih berharga dijalani dengan syukur daripada berdiam dalam putus asa

Aku percaya ada rencana yang terbaik

Dibalik setiap pintu yang tertutup

 

2010

Aku akhirnya menyelesaikan studiku…dan pulang dengan membawa ijasah,

Tak hanya ijasah, sewaktu kuliah aku boleh mengenal sahabat-sahabat yang luar biasa, aku merasa sangat kaya waktu itu dikelilingi dengan orang-orang yang selalu positif dan selalu melihat yang terbaik dalam diriku

membuatku lebih memaknai dan menghargai hidupku

2012

Dua tahun sudah mengabdi di kota kelahiranku sepulang studi S2,

Dalam kesibukan, entah mengapa aku terusik kembali oleh mimpi lama itu

seperti ada tunas kecil yang muncul dari tanah hatiku, mimpi lama itu menerobos hatiku kembali

Diam-diam aku mengumpulkan uangku, aku merencanakan perjalanan ke luar kota untuk kembali Tes TOEFL

Kali ini skor lumayan lebih baik 510..meski aku berharap bisa lebih tinggi agar sesuai persyaratan masuk S2 di kampus luar..

Setelah mendapat hasil tes, aku bingung mau diapakan

Aku mencoba membuka internet dan browsing Universitas luar, entah mengapa moodku benar-benar berubah,

Aku tak lagi bersemangat dan merasa hambar dengan semuanya,

Aku heran dengan perubahan diriku, betapa berbedanya aku dulu

Yang menghabiskan berjam-jam hanya untuk menemukan satu Universitas baru untuk ku sampaikan ke agenku

Tapi kali ini aku merasa begitu yakin bahwa aku “belum menginginkannya”…lalu untuk apa hasil tes TOEFL ini?

Tak sampai seminggu setelah hasil tes ku terima, seorang rekan pengajar di kampus mengajakku (lebih tepatnya mendesakku) untuk mengikuti Program beasiswa bagi Pengajar Politeknik selama 5 bulan di Amerika

Karena perlu dua orang pendaftar dari setiap lembaga beliau ingin aku ikut

(terima kasih atas desakan halus ini Ibu… yang akan selalu saya syukuri seumur hidupku 🙂 )

Menariknya adalah skor TOEFL yang disyaratkan adalah 450 yang berarti aku sudah memenuhi syarat…girangku dalam hati

Semangat muncul seperti mentari yang naik perlahan menghangatkan hatiku

Tak ada salahnya menggunakan hasil tes TOEFL yang memang belum tahu mau ku apakan.. pikirku dalam hati

Singkat cerita…setelah mendaftar kami berdua diterima, dan wow.. sulit menuliskan dalam kata-kata semua hal yang aku lihat, dengar dan alami selama mengikuti pengalaman di Amerika ini…it’s beyond my wildest dream! Aku boleh memegang salju, melihat musim gugur pertama kalinya dalam hidupku, menonton pemilihan Presiden Amerika dalam siaran langsung di Amerika, mengunjungi dan melihat langsung perakitan pesawat Boeing, mengikuti berbagai seminar, dan bisa ada di sebuah seminar dimana pembicara dari Microsoft Office, Boeing, Silicon Valley duduk berbincang sebagai pembicara, mengunjungi dan masuk ke ruang kerja Gubernur Washington State, berkunjung ke California untuk mengikuti seminar dengan pemimpin industry dan dunia pendidikan di Washington state, semuanya tanpa pernah membayar sepeser pun  dan menjalani semuanya dalam kebersamaan dengan teman-teman yang seperti keluarga,. …who am I?  it thrilled me until this day.

2014

Sekembali ke Indonesia dari Amerika, kehidupan menyibukkanku,

meski demikian keinginanku untuk kuliah  menguat kembali, tetapi begitu hendak meminta restu ke ayahku untuk kuliah ke luar negeri, beliau punya pemikiran yang berbeda,

Ayahku ingin aku menikah terlebih dulu,

Waktu itu aku masih dalam pembicaraan dengan ayahku mempertimbangkan niat lamaran dari calon suamiku,

Masih dalam waktu itu juga, aku kembali menerima sebuah kesempatan singkat melalui beasiswa untuk short course seminggu  di Belanda,

dalam perjalanan pulang dari Belanda setiba di Bandara kotaku, aku bertemu dengan ayahku yang akan berangkat ke luar kota

beliau memegang tanganku erat, dan berkata “untuk sementara waktu jangan dulu keluar jauh-jauh”, memahami maksud beliau aku hanya mengangguk mengiyakan, karena aku tahu bahwa aku sudah akan dilamar dalam waktu dekat.

Karena aku dan suamiku tidak melalui masa pacaran, jadi kami hanya melalui masa perkenalan dan beberapa kali berbincang serius sebelum akhirnya memutuskan siap ke jenjang yang lebih serius

Acara pertunanganku sedikit dramatis… hari dimana aku dilamar, aku dalam perjalanan pulang dari Bali karena mengikuti sebuah kegiatan,

dari Bali  ke Jakarta pesawatku berangkat jam 10 malam

dilanjutkan dari Jakarta-Ternate pada jam 2 pagi

Mataku benar-benar tak bisa tertutup sampai jam tujuh pagi di Ternate dan juga karena aku gugup takut terlambat tiba di rumah.

Sesampai di bandara Ternate, aku sesegera mungkin menuju pelabuhan speed Ternate, menyeberangi laut dengan speed boat selama 45 menit menuju Sofifi di Pulau Halmahera untuk kemudian dilanjutkan dengan lima jam naik mobil dari Sofifi menuju Tobelo. Begitu menginjakkan kaki di pelabuhan Sofifi, aku mencari wajah sopir yang ku kenal, sekali lihat tanpa basa-basi aku berkata ke Pak sopir “saya bayar mobilnya Pak, tidak usah ambil penumpang, langsung ke Tobelo”.

Di atas mobil yang melaju barulah aku jatuh tertidur.

Begitu mendekati rumahku, sang sopir mulai gugup dan berpikir jalan berputar karena jalan depan rumahku ditutup karena ada acara,

melihat banyak sekali orang berbusana adat dengan iringan musik yang ramai pak sopir bertanya “nona, rumah yang mana?”.

Aku menunjuk ke arah rumahku”yang itu Pak”.

Sang sopir bertanya kembali “oh ada acara maso minta (lamaran) ya?”,

saya menjawab pelan “iya pak, saya yang dilamar (sambil tersenyum)”, sopirnya kaget bukan main, antara tidak percaya dan seperti mau menyalahkanku yang dari tadi tidur dan baru bangun dengan berita yang bikin kaget, tapi dia tak enak menunjukkanya padaku,

“aduh nona kenapa tidak kasih tahu dari tadi, biar om bawa oto (mobil) laju (cepat) dari Sofifi” kata pak sopir sambil berusaha menyetirkan mobil masuk ke halaman rumah.

Mencoba mengurangi rasa bersalah pak sopir, aku tersenyum dan berkata  “tidak apa-apa Pak sepertinya belum terlambat”

Begitu turun dari pintu mobil, Ibu ku yang agak emosional karena anaknya dilamar, melihat anak gadisnya ini tiba di rumah, air matanya jatuh berderai dan langsung menarik saya masuk ke rumah dengan air mata dan memberikan padaku baju kebayaku untuk dikenakan sambil dengan lirih berkata “pakai baju ini ya, ini mama sudah siapkan asesorisnya” sambil menunjukkan padaku asesoris yang sudah beliau atur rapih di meja rias. Kagum dan haru. Ibuku yang selalu luar biasa.

Saat itu saya merasa sangat jauh dari menjadi “ratu” atau “puteri” rambutku hanya ku sanggul seadanya, baju kebaya yang dikenakan sudah dari beberapa tahun lalu dan sudah sangat sempit hingga aku benar-benar harus menahan napas ketika duduk. Make up pun hanya sempat dipakai tipis-tipis saja, ibuku benar-benar tak mengira aku bisa tiba sebelum acara lamaran usai.

Waktu aku tiba di rumah pembicaraan antara kedua keluarga mengenai detail rencana pernikahan sudah selesai dibicarakan. Dan ketika  aku tiba di rumah masing-masing keluarga sementara mempersiapkan jamuan makan siang bersama.

Aku akhirnya siap menjadi tuan rumah atau lebih tepatnya menjadi si “penerima lamaran” dengan rekor yang luar biasa tak sampai setengah jam. Begitu aku ke luar hendak bertemu para keluarga, calon suamiku sudah duduk menunggu.

Aku  dan suami  (waktu itu masih calon suami 🙂 ) bersama-sama dikenalkan kepada setiap anggota keluarga dari pihakku dan suami.

Beberapa bulan setelah lamaran, pernikahan kami akhirnya berlangsung lancar. Kali ini persiapanku lebih baik dari waktu lamaran kemarin 😀 .

2015

Suamiku mendorong untuk mencoba melamar beasiswa AAS

awal 2016

aku memasukkan lamaran beasiswa AAS dan… diterima…

2017

Melalui proses panjang kini berada di Australia dan menuliskan ini,…

tetapi kini…aku melihat…

Mimpi itu memang indah ketika diraih

tetapi ternyata ada juga keindahan lainnya dalam perjalanan menuju kesana

jangan sampai memandang bintang membuatmu tak melihat gunung, sungai, lembah, di sepanjang jalan yang di lewati

Semua yang ku lihat membuatku sadar, betapa banyak sebenarnya yang telah ku miliki melebihi yang pernah ku impikan

Dan menyadari bahwa menunda untuk bahagia hingga sebuah mimpi diraih hanyalah usaha menyeret jiwa turun ke lembah kelabu dan mendapati tak ada keindahan di situ

Pada akhirnya.. aku dapati bintang apapun yang terlihat hanyalah bagian dari sebuah perjalanan

Itu tak seharusnya menjadi tujuan akhir hidupku… 🙂

Terima kasih sudah membaca tulisan dalam tumpahan emosi ini

Salam saya

Ane Namotemo

 

 

11 respons untuk ‘Ketika kenyataan tak menjumpai harapan

Add yours

      1. semangat k anne sandra suka semua yg k anne tulis,
        ad sedih, ad bekeng tawa tp itu samua jdi motivasi untk torng ttp semngt berusha walau sulit.

        Suka

Tinggalkan komentar

Situs yang Dikembangkan dengan WordPress.com.

Atas ↑